Laman

Jumat, 24 Februari 2012

Kini Tutup Mata Dewi Keadilan Sudah Terbuka


Oleh: Ferry Santoso
KOMPAS.com — Dewi Keadilan dalam mitologi Romawi digambarkan dengan seorang perempuan yang membawa pedang, mata tertutup kain, dan memegang timbangan. Itu gambaran bahwa penegakan hukum yang keras seharusnya diterapkan dengan adil dan tanpa pandang bulu atau tebang pilih.

Akan tetapi, penggambaran itu sulit ditemukan dalam praktik penegakan hukum di Indonesia. Hal itu setidaknya terungkap dalam diskusi bertema ”Karut-Marut Hukum, Orang Lemah Jadi Korban” yang digelar Forum Kajian Sosial Kemasyarakatan (FKSK) di Jakarta, Kamis (25/2/2010).

Berbagai kepentingan, baik politik, bisnis, kekuasaan, maupun uang, pada akhirnya ikut menentukan proses hukum dan upaya mendapatkan keadilan. Status seseorang ikut berpengaruh dalam penanganan kasus hukum.

Dalam diskusi itu, pengacara mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Antasari Azhar, Ari Yusuf Amir, mengaku setengah frustrasi dengan lembaga penegakan hukum, khususnya peradilan. ”Lembaga penegakan hukum sudah rusak. Mau teriak, ke mana? Namun, kondisi sekarang makin menjadi-jadi,” katanya.

Ari mencontohkan, Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum pernah menemukan sel tahanan terpidana kasus suap Artalyta Suryani alias Ayin yang mewah. Apakah setelah temuan itu tak ada praktik jual beli kamar sel di rumah tahanan atau lembaga pemasyarakatan? ”Dua minggu setelah itu, penempatan kamar atau beli kamar masih saja terjadi,” katanya.

Dari kasus itu terlihat keadilan mudah dibeli. Perlakuan khusus terhadap orang yang terkena kasus hukum tetap dapat diberikan. Penerapan hukum pada akhirnya melihat status sosial seseorang, ibarat tutup mata Dewi Keadilan sudah terbuka.

Kasus hukum sering kali juga sarat dengan berbagai kepentingan politik. Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Rokhmin Dahuri, yang tampil sebagai pembicara, mengakui ada kepentingan politik di balik kasus hukum yang dialaminya. ”Ada beberapa mantan menteri kabinet era Megawati Soekarnoputri yang terkena kasus hukum,” katanya.

Kepentingan politis dalam kasus hukum juga terlihat dalam kasus Bank Century. Secara hukum, KPK terkesan lambat mengusut kasus ini. Di sisi lain, secara politis, Pansus DPR tentang Hak Angket Bank Century dengan berbagai kepentingan parpol terus mengusut kasus itu siang dan malam, menggelinding bagaikan bola salju.

Penegakan hukum yang karut-marut, tebang pilih, dan tidak konsisten pada akhirnya semakin membuat masyarakat apatis. Sikap apatis juga diungkapkan seorang peserta diskusi.

Lalu, bagaimana memperbaiki sistem dan lembaga penegakan hukum, dari kepolisian, kejaksaan, sampai pengadilan?


from : kompas.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar